Terminologi Tarbiyah, Ta'lim, dan Ta'dib dalam Pendidikan Islam

21.44


Sampai saat ini, belum ada kesepakatan tentang defenisi yang baku mengenai pendidikan Islam. Hanya saja, dalam Konferensi Internasional tentang pendidikan Islam tahun 1977 direkomendasikan bahwa pengertian pendidikan Islam adalah keseluruhan pengertian yang terkandung dalam istilah tarbiyah, ta'lim, dan ta'dib. Karena tiga istilah ini dianggap memiki arti yang dekat dan tepat dengan makna pendidikan. Oleh karena itu pembahasan mengenai pendidikan akan dikaitkan dengan terma-terma tersebut.
1.     Tarbiyah
Istilah "tarbiyah", sedikitnya memiliki tujuh macam arti, yaitu "a (1) education (pendidikan); (2) upbringing {asuhan); (3) teaching (pengajaran); (4) instruction (perintah); (5) pedagogy (pendidikan); (6) breeding (pemeliharaan); dan (7) raising (peningkatan). la berasal dari tiga akar kata yaitu; (1) raba yarbu  yang berarti bertambah dan tumbuh; (2) rabiya yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga, dan memelihara; dan  (3) rabiya yarba     yang berarti tumbuh dan berkembang.
Dalam leksikologi al-Quran tidak dijumpai istilah "tarbiyah ". Namun, kalau ditinjau dari akar kata, maka ada beberapa ayat al-Quran yang kata dan artinya sejalan, yaitu untuk menunjukkan proses pertumbuhan dan perkembangan. Di antara ayat tersebut adalah:
Artinya: Fir'aun menjawab: " Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu. (Q.S Al-Syu'ara' : IS)
Artinya: ... dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil. (Q.S. Al­Isra' : 24).
Kalau terma "tarbiyah " dikaitkan dengan lafal "nurabbi " (bentuk mudhari ) seperti tertera dalam Q.S. Al-Syu'ara' :18, maka terma "tarbiyah" memiliki arti mengasuh, menanggung, memberikan, mengembangkan, memelihara, membesarkan, mempertumbuhkan, memproduksi, dan menjinakkan. Dalam konteks ini, kelihatan bahwa cakupan makna "tarbiyah" hanya pada aspek jasmani saja. Adapun dengan kata "rabbayani" (bentuk madhi) seperti dalam
Senada dengan penjelasan di atas, dapat dilihat dari interpretasi yang diberikan oleh Fahr al-Razy, bahwa lafal "rabbayani " mengandung makna pendidikan (tarbiyah) yang lebih luas. Lafal tersebut bukan saja menunjukkan makna pendidikan pada taraf pengetahuan (kognitif) untuk selalu berbuat baik kepada orang tua, tetapi juga harus direalisasikan dalam bentuk tingkah laku (afektif) dengan cara menghormati mereka. Lebih dari itu, seorang anak juga harus mampu berbakti dan mendo'akan keduanya (psikomotorik).
Menurut Abdurrahman al-Nahlawi," terma "tarbiyah" mengandung dua makna, yaitu proses transformasi dan proses aktualisasi. Makna pertama ingin menjelaskan bahwa tugas pendidikan adalah upaya menyampaikan sesuatu nilai (ilmu pengetahuan) kepada peserta didik, agar memahami dan melaksanakan nilai-nilai yang diberikan. Sedangkan makna kedua ingin mengatakan bahwa manusia mempunyai potensi-potensi (fitrah) yang dibawa sejak lahir; seperti potensi beragama, potensi berakal budi, potensi kebersihan dan kesucian, potensi bermora, berakhlak, dan lain sebagainya. Tugas pendidikan adalah mengembangkan dan menginternalisasikan potensi-potensi tersebut pada diri peserta didik, sehingga ia bersifat aktif dan dinamis. Dalam konteks ini, menurut Muhaimin & Abd. Mujib, pendidikan (tarbiyah) Islam bukan berupaya untuk mencetak peserta didik pada suatu bentuk, akan tetapi berupaya menumbuhkembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya seoptimal mungkin dan mengarahkan agar pengembangan potensi tersebut sesuai dengan nilai ilahiyah. Paparan di atas memberikan pengertian bahwa terma "tarbiyah" mencakup berbagai aspek dan nilai pendidikan secara harmonis dan integral, baik aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik maupun aspek jasmaniyah dan rohaniyah.
2.     Ta'lim
Dalam kamus Hans Wehr, terma "ta'lim" memiliki dua bentuk jamak, yaitu ta'alrm dan ta'limat. Perbedaan bentuk jamak tersebut mengakibatkan sedikit perbedaan arti, meskipun tidak begitu signifikan untuk dibedakan. Ta’lim mempuyai sembilan arti, yaitu (1) information (berita); (2) advice (nasehat); (3) instruction (perintah); (4) direction (petunjuk); (5) teaching (pengajaran); (6) training (pelatihan); (7) schooling (pendidikan di sekolah); (8) education (pendidikan); dan (9) apprenticeship (bekerja sambil belajar). Adapun ta'limat hanya mempunyai dua arti, yaitu directive (petunjuk) dan annoncement ( pengumuman).
Secara terminologi, para ahli memberikan penjelasan yang berbeda tentang terma "ta’liim". Muhammad Rasyid Ridho, misalnya, memberi defenisi dengan proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa ada batasan dan ketentuan tertentu. Defenisi yang diberikan ini berpijak dari firman Allah:
Artinya:" Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar. (Q. S. A1-Baqarah : 31)

Menurut Ibn Hajar al-`Asqalani, ayat ini menunjukkan terjadinya proses pengajaran (ta'lim) kepada Adam As. sekaligus menunjukkan kelebihannya, karena ilmu yang dimilikinya tidak diberikan kepada makhluk-makhluk lain. Oleh karena itu, Allah swt. menyuruh Malaikat untuk bersujud kepada Adam. Berdasarkan interpretasi dari ayat di atas, maka terma "ta'lim" (dari lafal `allama) condong kepada aspek pemberian informasi. Karena pengetahuan yang dimiliki itu semata-mata akibat pemberitahuan, sehingga dalam terma "ta'lim" tersebut menempatkan peserta didik sebagai yang pasif adanya. Lihat ayat berikut:
  
Artinya: Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S Al­Baqarah : 32)
Berbeda dengan pendapat di atas, Abdul Fatah Jalal mengemukakan bahwa terma "ta'lim" secara implisit juga menanamkan aspek afektif. Karena pengertian "ta'lim" juga ditekankan prilaku yang baik (akhlak al-karimah). Pendapatnya tersebut berpijak pada firman Allah swt.:
Artinya: "Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan ditetapkannya manzilah-manzilah (tempat) bagi perjalanan bulan itu supaya kalian mengatahui bilangan tahun dan perhitungan waktu. Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak dan menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (Q.S 10 : 15)

Dari ayat di atas, menurutnya lagi, akan berpencaran ilmu-ilmu lain bagi kemaslahatan manusia sendiri, tanpa terlepas dari nilai ilahiyah. Kesemua itu dalam rangka beribadah kepada Allah SWT. Untuk sampai pada tujuan ini, ta'lim merupakan suatu proses terus menerus, yang diusahakan semenjak manusia labir (Q. S. 16 : 78) sampai manusia tua renta atau bahkan meninggal dunia (Q. S. 22 : 5). Dari argumennya tersebut, Jalal menempatkan terma "ta’lim" kepada penunjukan pendidikan, karena cakupannya yang luas dibandingkan dengan istilah lain yang sering dipergunakan.
Tentang terma "tarbiyah" ia menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan tarb'ryah di dalam Q. S. Al-Su'ara' : 18 dan Q. S. Al-Isra' : 24 adalah pendidikan yang berlangsung pada fase pertama pertumbuhan manusia, yaitu fase bayi dan kanak-kanak. Masa kanak-kanak sangat tergantung pada kasih sayang keluarga. Dengan demikian, pengertian pendidikan yang digali dari kata "tarbiyah" tersebut terbatas pada pemeliharaa, pengasuhan, dan pengasihan anak manusia pada masa kecil. Bimbingan dan tuntunan yang diberikan sesudah masa itu tidak iagi termasuk dalam pengertian pendidikan.
Berdasarkan argumen di atas, Abdul Fatah Jalal memberikan defenisi ta'lim sebagai proses pemberian pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, dan penanaman amanah, sehingga terjadi tazkiyah (penyucian) atau pembersihan diri manusia dari segala kotoran dan menjadikan diri manusia itu berada dalam suatu kondisi yang memungkinkan untuk menerima ad-hikmah serta mempelajari segala apa yang bennanfaat baginya dan yang tidak diketahuinya.
Argumentasi yang dikemukan oleh Abdul Fatah Jalal tentang makna yang dikandung oleh tenna ta'lim sangat tidak bisa dipahami. Ayat al-Quran yang dikemukakan sebagai pijakan pendapatnya tidak memiliki konteks yang relevan. Ayat di atas menjelaskan tentang kebesaran Allah yang telah menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan tidak ada sama sekali penjelasan tentang pengajaran (ta'lim).
Dari penjelasan di atas, maka terma ta'lim tetap hanya merupakan upaya menyiapkan individu dengan mengacu pada aspek tertentu saja (domain kognitif). Buktinya, terma allama dalam surat 2 : 31 dikaitkan dengan terma aradha yang berimplikasikan bahwa proses pengajaran Adam As. tersebut pada akhirnya diakhiri dengan tahapan evaluasi. Konotasi konteks kalimat itu mengacu pada evaluasi dominan kognitif, yakni penyebutan nama-nama benda yang diajarkan. Jadi, belum pada tingkat domain lain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terma "ta'lim" maknanya lebih sempit di banding "tarbiyah" . Karena "ta'lim" hanya merupakan upaya menyiapkan individu dengan mengacu pada aspek tertentu saja (domain kognitif), sedangkan "tarbiyah' mencakup seluruh aspek pendidikan (kognitif, afektif, dan psikomotorik).
3.     Ta' dib
Secara etiomologi, lafal ta'dib memiliki lima macam arti, yaitu: (1)education (pendidikan); (2) discipline (ketertiban); (3) punishment dan (4)chastisement (hukuman); dan (5) disciplinary punishment (hukuman demi ketertiban). Nampaknya, terma "ta'dib" ini berorientasi pada upaya pembentukan pribadi Muslim yang berakhlak mulia. Pengertian ini sesuai dengan hadis Nabi saw. :
Artinya: Tuhan telah mendidikku, maka la sempurnakan pendidikanku.
Meskipun lafal "ta'dib " ini begitu tinggi nilainya, namun lafal ini tidak sekalipun disebutkan dalam Al-Quran. Ada beberapa asumsi yang bisa dikemukakan kenapa Al-Quran tidak menyebutnya. Diantaranya, pertama, nilai-­nilai yang terkandung pada lafal " ta'dib" sudah terkandung pada lafal yang menunjukkan arti pendidikan yang lain (tarbiyah dan ta'lim). Kedua, sifat kitab suci yang global sehingga aturannya hanya berkenaan dengan masalah pokok. Sedangkan penjelasan yang lebih rinci dilaksanakan oleh Rasulullah saw. Walaupun terma "ta'dib" tidak pernah disebutkan dalam Al-Quran, tetapi menurut                   An-Nuquib al-Attas, terma ini merupakan yang paling sesuai digunakan dalam diskursus pendidikan Islam dibandingkan terma "tarbiyah" dan "ta'lim". Karena pengertian yang dikandung oleh terma "ta'dib" mencakup semua wawasan ilmu pengetahuan, baik teoritis maupun praktis yang terformulasi dengan nilai-nilai tanggung jawab dan semangat ilahiyah.
Adapun terma "tarb iyah ", menurut Al-Attas, makna pendidikannya masih bersifat umum. la tidak hanya berlaku bagi proses pendidikan pada manusia, tetapi juga ditujukan pada proses pendidikan selain manusia. Padahal diskursus pendidikan Islam hanya ditujukan kepada proses-proses pendidikan yang dilakukan oleh manusia dalam upaya memiliki kepribadian Muslim yang utuh, sekaligus membedakannnya dengan makhluk Allah lainnya. Sedangkan terma "ta'lim" hanya ditujukan pada proses pentransferan ilmu (proses pengajaran) tanpa ada pengenalan lebih mendasar pada perubahan tingkah laku.
Terlepas dan terma mana yang lebih tepat dan mencerminkan pendidikan. Islam sebenarnya, setidaknya, ketiga terma di atas secara umum memiliki tujuan akhir yaitu mengantar peserta didik pada satu tahap tertentu. Masing-masing memiliki titik tekan sendiri-sendiri. Meskipun terma untuk pendidikan Islam itu yang digunakan dalam Al-Quran hanya "tarbiyah" dan "ta'lim ", tidak berarti konsep pendidikan Islam tidak menyentuh aspek yang dimiliki oleh istilah "ta'dib ". Sebab esensi dari sistem pendidikan Islam adalah perbaikan moral sebagaimana dikandung langsung oleh terma ta'dib tersebut.
Sesuai dengan pembuka tulisan bab ini, untuk menghindari silang pendapat tentang istilah pendidikan dalam Islam, maka Konferensi Internasional tentang Pendidikan Islam telah merekomendasikan istilah dalam kerangka defenisi pendidikan Islam sebagai berikut :
"The meaning of education in its totality in the context of Islam is inherent in the connatations of the terms Tarbiyah, Ta'lim, and Ta'dib taken together. What each of these terms conveys concerning man and his society and environment in the relation to God is related to the other, and together they represent the scope of education in Islam, both `formal' and `non formal'.(pengertian pendidikan Islam tercakup dalam istilah Tarbiyah, Ta'lim, dan Ta'dib secara bersamaan. Masing-masing istilah tersebut berkaitan dengan kepentingan manusia, masyrakat dan lingkungannya dalam hubungan dengan Tuhan, dan keterkaitan istilah satu dengan yang lainnya secara bersama-sama merupakan ruang lingkup pendidikan Islam)."

Dalam konteks ketiga istilah pendidikan dalam Islam tersebut, Yusuf Amir Faisal mengemukakan pendapatnya bahwa istilah tarbiyah lebih menitikberatkan kepada masalah pendidikan, penbentukan, dan pengembangan pribadi serta pembentukan dan pengembangan kode etik (norma etika dan akhlak). Adapun ta'lim menitik beratkan pada masalah pengajaran, penyampaian informasi, dan pengembangan ilmu. Sedangkan ta'dib lebih memandang bahwa proses pendidikan merupakan usaha yang mencoba membentuk keteraturan susunan ilmu yang berguna bagi dirinya sebagai muslim yang harus melaksanakan kewajiban serta fungsionalsasi atas niat atau sistem sikap yang direalisasikan dalam kemampuan berbuat yang teratur (sistematik), terarah, dan efektif. Dengan demikian, ketiga istilah tersebut merupakan akar dari makna pendidikan Islam. Satu sama lain saling berhubungan dan saling melengkapi. Kata tarbiyah lebih diartikan sebagai pendidikan, pemeliharaan, perbaikan, peningkatan, pengulangan, penciptaan, keagungan yang kesemuanya dalam rangka menuju kesempurnaan sesuai dengan kedudukannya. Kata ta'lim diartikan sebagai usaha mengarahkan kegiatan belajar mengajar dalam memahami, menguasai, dan menambah ilmu pengatahuan secara baik dan seluas-luasnya. Adapun ta'dib merupakan usaha membina dan menanamkan adab berupa akhlak yang didasarkan nilai-nilai ajaran Islam sehingga terwujud kepribadian utama dalam kehidupannya. Walaupun praksis pendidikan Islam saat ini menggunakan terma tarbiyah, diharapkan dalam operasionalnya tetap mengacu kepada makna yang dikandung oleh ketiga terma tersebut, sehingga sistem pendidikan Islam yang dihasilkan sangat ideal.

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook